#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Kopi Aceh / Kopi Gayo dan
Kehebatannya)
_______________________________________________________
________________
Kata Pengantar
________________
Luar biasa memang Kopi Aceh ini para kawan sekalian.
Hebat betul Hebat betul. Betul-betul hebat, betul-betul
hebat.
Macam mana tidak...!
Tidak macamm mana tidak...!
Mereka bukan saja Rajanya Kopi Arabika Nusantara, tapi
juga jagonya dalam segi peracikan dan penyajian.
Sajian gaya tradisional dan gaya modern juga memberi
kesan berimbang, karena itu tak pala salah menurut
penulis jika yang dimaksud Kopi Sumatra itu oleh orang
orang Luar Indonesia adalah Kopi Gayo ini atau kopi
Aceh ini, yang tentunya dalam dukungan kopi-kopi
lainnya dari pulau Sumatra, seperti :
http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2016/02/kopi-tradisional-sipirok-rasa-pahitnya.html
http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2016/10/kopi-angkola-sipirok-di-hari-kopi-se.html
http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2016/11/kopi-toraja-dalam-hubungannnya-dengan.html
http://angkolafacebook.blogspot.com/2016/11/kopi-basemah-pagaralam-sumatera-selatan.html
Para kawan sekalian...!
Berikut info kelengkapnnya dalam iringan animasi
dan musik Kopi Susu Aceh.
Selamat menyimak...!
Musik...!
__________________________________________
Sekilas info tentang Kopi Aceh Nusantara
__________________________________________
* Pengertian
Kopi Gayo (bahasa Inggris: Gayo Coffee) merupakan varietas
kopi arabika yang menjadi salah satu komoditi unggulan yang
berasal dari Dataran tinggi Gayo, Sumatra, Indonesia.
Kopi Gayo telah mendapat Fair Trade Certified™ dari
Organisasi Internasional Fair Trade pada tanggal
27 Mei 2010, Kopi Gayo menerima sertifikat IG (Indikasi
Geogafis) diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Indonesia.
Kemudian pada Event Lelang Special Kopi Indonesia tanggal
10 Oktober 2010 di Bali, kembali Kopi Arabika Gayo
memperoleh peringkat tertinggi saat cupping score.
Sertifikasi dan prestasi tersebut kian memantapkan posisi
Kopi Gayo sebagai Kopi Organik terbaik di dunia.
* Latar belakang
Perkebunan kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini
tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan
sebagian kecil wilayah Gayo Lues. Ketiga daerah yang berada
di ketinggian 1200 m di atas permukaan laut tersebut memiliki
perkebunan kopi terluas di Indonesia, yaitu sekitar 81.000
hektar.
Masing-masing 42.000 hektar berada di Kabupaten Bener Meriah,
selebihnya (39.000 hektar) di Kabupaten Aceh Tengah. Masyarakat
Gayo berprofesi sebagai petani kopi dengan dominasi varietas
Arabika. Produksi kopi Arabika yang dihasilkan dari Tanah
Gayo merupakan yang terbesar di Asia.
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang
berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 yang mendapatkan biji
Arabika mocca dari Arabia ke Batavia (Jakarta).
Kopi Arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di
daerah Jatinegara, Jakarta, menggunakan tanah partikelir
Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi.
Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai
juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.
Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya
telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat
Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi
kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah.
Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan
kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, Kecamatan
Silih Nara, Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa
kopi pada masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian.
* Peran Belanda dan Kopi Gayo
Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanah Gayo tahun 1904 serta
merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang lain.
Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeeling
Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Di sisi lain,
kehadiran Belanda juga telah memberi penghidupan baru dengan
membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah
Gayo (di ketinggian 1.000 - 1.700 m di atas permukaan laut).
Sebelum kopi hadir di Dataran tinggi Gayo, tanaman teh dan
lada telah lebih dulu diperkenalkan. Menurut ahli pertanian
Belanda JH Heyl dalam bukunya berjudul Pepercultuur in Atjeh
menerangkan asalnya tanaman lada dibawa dari Mandagaskar
(Afrika Timur) dalam abad VII atau VIII ke tanah Aceh
(Zainuddin, 1961:264).
Sayangnya kedua tanaman itu kurang mendapat perhatian
serius dari pemerintah kolonial. Pada akhirnya Belanda
kemudian memperkenalkan dan membuka perkebunan kopi
pertama seluas 100 ha pada tahun 1918 di kawasan Belang Gele,
yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Bebesen, Aceh
Tengah.
Selain dibukanya lahan perkebunan, di tahun 1920 muncul
kampung baru masyarakat Gayo di sekitar perkebunan kopi
Belanda itu, dan pada tahun 1925-1930 mereka membuka sejarah
baru dengan membuka kebun-kebun kopi rakyat. Pembukaan itu
didasari oleh pengetahuan yang diperoleh petani karena
bertetangga dengan perkebunan Belanda itu. Pada akhir
tahun 1930 empat buah kampung telah berdiri di sekitar
kebun Belanda di Belang Gele itu, yaitu Kampung Belang
Gele, Atu Gajah, Paya Sawi, dan Pantan Peseng (Melalatoa,
2003:51).
* Peninggalan
Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan
komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik
pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Masjid Baitul Makmur,
Desa Wih Porak, Silih Nara, Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (Susilowati,2007).
Secara astronomis terletak pada 040 36.640' LU dan 0960
45.660' BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik
pengeringan kopi tersebut menempati lahan berukuran 110 m
x 60 m, sebagian kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu
Darul Uini. Pada lahan tersebut terdapat sisa bangunan
berupa sisa pondasi, sisa tembok bangunan, bekas tempat
kincir air, dan beberapa kolam tempat proses pengeringan
kopi.
Tempat kincir air ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan
15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya
dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan
sebagai tempat bertumpunya kincir angin. Di dekat bekas
tempat kincir air tersebut dijumpai dua buah kolam tempat
pemrosesan kopi, salah satunya berukuran panjang sekitar
2,65 m, lebar, 2,33 m dan tinggi sekitar 1,25 m. Pada bagian
selatan terdapat saluran air yang menuju ke kolam di bagian
selatan. Selain itu juga terdapat bekas tembok kolam
pengering gabah kopi di bagian paling selatan setelah tembok
saluran air.
Pada bekas tembok kolam tersebut masih terdapat lubang
saluran air di bagian utara. Setelah masa kemerdekaan pabrik
tersebut pernah telantar, selanjutnya sekitar tahun 1960-an
hingga tahun 1979 pabrik tersebut pernah dikelola oleh PNP I,
kemudian kepemilikannya berpindah ke PT Ala Silo dan terakhir
lahannya kini dimiliki oleh Dinas Perkebunan Pemerintah
Daerah Kab. Aceh Tengah.
* Setelah kemerdekaan
Pada paruh kedua tahun 1950-an, orang Gayo mulai berkebun
kopi. Pada periode itu hutan-hutan dibabat untuk dijadikan
kebun kopi. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah tercatat
sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten
lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Luas areal kebun kopi di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun
1972 adalah 19.962 ha. Perkebunan kopi bagi warga Kabupaten
Bener Meriah (pemekaran dari Kab. Aceh Tengah) dan Kabupaten
Aceh Tengah merupakan urat nadi perekonomian yang paling
menonjol, selain perdagangan sayur mayur seperti kol/kubis,
wortel, cabai, dan cokelat.
Sebagai komoditas ekspor, 27.953 keluarga di Aceh Tengah
menggantungkan hidup mereka pada budi daya kopi dengan luas
areal 46.392 ha, dan dengan rata-rata 720,7 kg/ha/tahun
(BPS Kab. Aceh Tengah 2005:144-145). Konflik yang
berkepanjangan menyebabkan sedikitnya 6.440 ha lahan kopi
telantar dan 5.037 keluarga kehilangan lapangan kerja.
Setelah konflik mereda dan ditandatanganinya perjanjian
damai RI-GAM pada akhir tahun 2005, para petani kopi kini
mulai berani bercocok tanam di kebun kopi yang terletak
jauh di lereng gunung, tidak sekadar menanam kopi di
pekarangan rumah. Harga jual kopi pun -meski dipengaruhi
harga kopi dunia- relatif stabil dan terus menguat karena
jalur perdagangan antara Takengon - Bireun - Lhoksemauwe -
Medan dapat dilalui kendaraan angkut tanpa risiko besar.
Kini, aktivitas perkebunan kopi mulai bangkit kembali dan
kini telah menjadi tulang punggung perekonomian di Kabupaten
Aceh Tengah Bener Meriah dan Gayo Lues.
* Cita rasa
Kopi arabika dari dataran Tinggi Gayo, telah dikenal dunia
karena memiliki citarasa khas dengan ciri utama antara lain
aroma dan perisa yang kompleks dan kekentalan yang kuat.
International Conference on Coffee Science, Bali, Oktober 2010
menominasikan kopi Dataran Tinggi Gayo ini sebagai the Best
No 1, dibanding kopi arabika yang berasal dari tempat lain.
* Pasar internasional
Kopi Gayo cukup terkenal di dunia karena memiliki aroma dan
kenikmatan yang khas dan jika di cupping atau di test rasa dan
aroma di daerah gayo hampir memiliki cita rasa kopi yang ada
di seluruh dunia, ini disebabkan oleh faktor ketinggian dan
beberapa aspek lain yang menjadikan kopi gayo terbaik, ini
dibuktikan dengan beberapa kali kopi gayo meraih penghargaan
sebagai kopi terbaik dunia.
Meski terjadi krisis di Eropa, tak mengurangi permintaan kopi
asal dataran tinggi Tanah Gayo di pasar dunia. Kopi dari
daerah gayo juga merupakan kopi termahal di dunia ini terbukti
pada saat pameran kopi dunia yang diselenggarakan organisasi
Specialty Coffee Association of America (SCAA) di Portland,
Oregon Convention Center, Amerika Serikat. Negara tujuan
terbesar ekspor kopi asal Dataran tinggi Tanah Gayo yang
meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues
itu adalah Amerika Serikat dan Uni Eropa.
____________
Penutup
____________
Demikian infonya para kawan sekalian...!
...dan...
Selamat malam...!
__________________________________________________________
Cat :
kopi Tubruk ( Kopi Terbalik ) Khas Aceh Barat
https://www.youtube.com/watch?v=iYqF6yH_LF4
Kopi Aceh
Aneukkupi - Proses Pengolahan Bubuk Kopi Aceh - Pabrik Bubuk Kopi Aceh
https://www.youtube.com/watch?v=jLGMGa1BJKA
lagu aceh . kopi susu voc azhar sandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar